Requested book does not exist
Chapter 1 (Morning Shine)

Chapter 1

 

(Morning Shine)

           

    Sang Fajar perlahan mulai beranjak bangun dari tidurnya. Tampak seorang pemuda berambut cokelat bernama Miyazaki Sena yang sedang tertidur pulas, langsung bangkit dari ranjangnya dan bertingkah tak karuan layaknya orang kebingungan.

 

“Gawat!! Aku terlambat!!”(Sena)

 

    Dia pun segera mengambil jurus langkah seribu sembari menyantap sepotong roti sarapannya karena hampir saja terlambat untuk upacara penerimaan siswa baru di SMU Seinaru. Di tengah perjalannya, Sena tampak berpapasan dengan sahabat sekaligus tetangga apartementnya, Seichiro Tora.

 

”Yo, Sena! Kau terlambat juga rupanya?”(Tora)

 

“Ah...berisik!! Jangan ngobrol sekarang, kita sudah hampir terlambat, tau!!”(Sena)

 

“Bukankah menyenangkan bisa terlambat seperti ini?”(Tora)

 

“Sudahlah...jangan banyak bicara...!!”(Sena)

 

“Oi...! Tunggu, Sena!!”(Tora)

 

    Mereka berdua pun mempercepat laju mereka ke sekolah. Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan itu, mereka akhirnya sampai di sekolah yang dimaksud tepat waktu. Sena tampak kelelahan dengan napas yang masih tersengal-sengal.

 

“Untung saja masih sempat.”(Sena)

 

    Tora yang memang terkenal punya sifat jahil langsung tersenyum sembari mengacungkan ibu jarinya ke arah Sena.    

 

“Bukankah tadi pelarian yang menarik? Iya kan, Sena?”(Tora)

 

“Menarik kepalamu...”(Sena:Dalam Hati)

 

    Mereka berdua pun langsung bergegas untuk mengikuti serangkaian upacara pembukaan hingga akhirnya diadakanlah pembagian ruang kelas. Sena dengan penuh tanda tanya terlihat mendekati papan pengumuman bersama para pendatang lainnya.

 

“Mmmm...jadi aku di kelas satu b, ya?”(Sena)

 

    Sena dengan penuh percaya diri akhirnya melangkahkan kaki ke ruang kelas yang dimaksud dan perlahan mulai mencari bangku kosong untuk ditempatinya.

 

“Nah, kelihatannya bangku ini yang paling cocok denganku.”(Sena)

 

    Tanpa diduga, ternyata Sena satu kelas dengan seorang perempuan berparas cantik berambut ungu gelap bernama Kawaima Hana yang tak lain adalah teman akrabnya sejak kecil sekaligus gadis yang diidam-idamkannya. Dengan lembut, Hana pun menyapa Sena yang terlihat mulai gugup.

 

“Pagi Miyazaki...ternyata kau di kelas ini juga, ya?”(Hana)

 

    Hana terlihat meraih sebuah bangku yang berada tepat di samping Sena.

 

“Pa...pagi juga Kawaima, kebetulan sekali, ya?”(Sena)

 

“Iya, kebetulan sekali. Kalau begitu aku duduk di sini saja.”(Hana)

 

“I...iya...silahkan...”(Sena)

 

    Dering bel pun akhirnya berbunyi. Tampak seorang wanita muda nan elegan mulai masuk ke dalam kelas dan memperkenalkan diri, sementara Sena sedang asik melamun dengan pandangan kosong menerawang keluar jendela.

 

“Anak-anak sekalian, namaku adalah Yunoaki Mire. Akulah yang akan bertanggungjawab sebagai wali kelas kalian selama di kelas satu ini. Jadi, aku harap kalian semua bisa mematuhi setiap aturan yang ada dan jangan membuat pelanggaran, mengerti?”(Yunoaki Sensei)

 

“Mengerti Sensei!”(Semua Murid)

 

    Tanpa disangka, Yunoaki Sensei ternyata sudah memperhatikan gelagat Sena sejak tadi dan mulai memanggilnya.

 

“Hei kau...anak yang berkacamata!”(Yunoaki Sensei)

 

    Hana yang terlihat panik langsung menyadarkan Sena dari lamunannya.

 

“Pst...Miyazaki, kau dipanggil sensei.”(Hana)

 

“Eh? I...iya...sensei?”(Sena)

 

“Sejak tadi aku perhatikan, kau hanya memandang keluar. Coba sekarang berdiri dan perkenalkan dirimu.”(Yunoaki Sensei)

 

    Sena dengan ekspresi setengah tegang perlahan berdiri dan mulai memperkenalkan dirinya.

 

“Ba...baik..sensei. Namaku Miyazaki Sena. Usiaku enam belas tahun dan aku tinggal seorang diri di sebuah apartement di daerah utara kota. Hobiku adalah bermain game dan mendengarkan musik. Aku rasa...itu saja tentangku.”(Sena)

 

    Yunoaki Sensei terlihat menghela napas panjang.

 

“Begitu ya...sekarang coba beri aku sebuah alasan kenapa kau tadi tidak memperhatikanku?”(Yunoaki Sensei)

 

“I...itu...maaf, tadi saya melamun.”(Sena)

 

    Seluruh kelas pun tertawa saat mendengar jawaban Sena yang konyol itu.

 

“Diam! Ini adalah hari pertamamu, jadi kau masih kuberi toleransi. Tapi, jika sekali lagi aku melihatmu begitu, aku tidak punya pilihan selain memberimu hukuman, mengerti?”(Yunoaki Sensei)

 

“Iya, sensei...maaf kalau saya tadi tidak mendengarkan.”(Sena)

 

“Baiklah, selagi Sena masih berdiri, adakah yang ingin ditanyakan mengenai Sena?”(Yunoaki Sensei)

 

    Hana dengan tegas langsung mengangkat tangan kanannya. Sena yang mengetahui hal itu hanya bisa gugup.

 

“Ha...Hana?”(Sena:Dalam Hati)

 

“Iya, silahkan.”(Yunoaki Sensei)

 

“Itu...apa cita-citamu?”(Hana)

 

    Sena yang mendapat pertanyaan itu tiba-tiba langsung semangat seakan mendapat energi baru.

 

“Aku...ingin menjadi seorang Hyper suatu hari nanti!!”(Sena)

 

    Seisi kelas tiba-tiba menjadi hening, namun ada salah seorang murid yang dengan tajam menyindir Sena. Dia adalah seorang pemuda berambut merah bernama Takahashi Ryuto.

 

“Huh, Hyper? Bahkan dengan kekonyolanmu itu memang kau bisa jadi seorang Hyper?”(Ryuto)

 

    Sena yang mendapat sindiran itu, sontak naik pitam karena merasa direndahkan di hadapan seluruh rekan-rekan mereka.

 

“Apa katamu?!”(Sena)

 

    Yunoaki Sensei yang merasakan firasat buruk dari keduanya langsung memberikan sebuah teguran keras.

 

“Diam kalian berdua! Ini baru hari pertama kalian. Jangan jadikan ini sebagai ajang mencari musuh. Lagipula apa itu yang disebut dengan Hyper?”(Yunoaki Sensei)

 

“Mmmm...kalau itu saya memang kurang mengerti, tapi saya dulu pernah diselamatkan oleh seorang Hyper yang hebat. Karena itu...saya berjanji pada diri sendiri dan memutuskan untuk menjadi seperti dia, lalu melindungi semua orang.”(Sena)

 

“Alasan yang kekanak-kanakan.”(Ryuto)

 

    Sena yang kembali tidak terima dengan ucapan Ryuto akhirnya langsung menarik kerah baju Ryuto yang kebetulan bangkunya berada tepat di depannya.

 

“Beraninya kau!!”(Sena)

 

“Sudah hentikan...”(Hana)

 

    Yunoaki Sensei yang mulai kehilangan kesabaran akhirnya memukulkan sebuah penggaris berukuran besar ke mejanya untuk menghentikan keduanya.

 

“Sudah cukup!! Kalian berdua, ikut aku ke kantor kepala sekolah sekarang!!”(Yunoaki Sensei)

 

    Sena dan Ryuto pun akhirnya mendapat hadiah untuk membersihkan koridor kelas seusai jam pelajaran hari itu. Dengan emosi yang berusaha ditahan, Sena tampak menggerutu tidak karuan sembari menyapu lantai.

 

“Cih! Gara-gara dia, aku jadi harus membersihkan koridor kelas, sialan!”(Sena:Dalam Hati)

 

    Ryuto dengan ekspresi datar dan tak bersalah terlihat pergi meninggalkan Sena dengan pekerjaan yang masih acak-acakan. Sena yang melihat itu langsung memberinya sebuah teguran.

 

“Hei! Lantainya masih kotor! Kalau mau pergi, setidaknya selesaikan dulu tugasmu!”(Sena)

 

“Kalau aku tidak mau memang kenapa?”(Ryuto)

 

“Enak saja! Itukan tugasmu! Pokoknya aku tidak mau kena marah sensei lagi hanya karena tugas yang bukan bagianku tidak dikerjakan oleh orang sepertimu!”(Sena)

 

“Lantas kenapa?! Mau menantangku?!”(Ryuto)

 

    Hana yang tak sengaja melintas di tempat itu langsung menengahi perdebatan keduanya.

 

“Kalian berdua ini! Sudah kena hukuman masih saja berdebat. Takahashi, kalau kau mau pergi silahkan saja.”(Hana)

 

“Kawaima! Kenapa kau malah membiarkan dia pergi?! Dia bahkan sama sekali belum menyentuh tugasnya.”(Sena)

 

“Tidak apa-apa, sebagai gantinya...akulah yang akan membantumu dan menyelesaikan tugasnya.”(Hana)

 

“Tapi, inikan bukan tugasmu. Lagipula bukannya kau mulai latihan di klub volly hari ini?”(Sena)

 

“Ah...tidak masalah. Lagipula kegiatan klub kan baru akan dimulai minggu depan, jadi tidak apa-apa.”(Hana)

 

    Sena tampak merasa tidak enak, karena sudah merepotkan Hana.

 

“Itu...maaf ya...jadi menyusahkanmu.”(Sena)

 

“Bukan masalah kok.”(Hana)

 

    Sena dengan cepat memalingkan pandangannya ke arah Ryuto yang seakan tidak peduli dengan dua orang yang sedang berada di hadapannya

 

“Hei, kau juga harus minta maaf! Masih bagus kau tidak perlu mengerjakannya!”(Sena)

 

“Aku tidak sudi berterima kasih dengan orang yang sama sekali tidak kukenal.”(Ryuto)

 

“Kau ini...!”(Sena)

 

“Sudah! Sejak awal aku memang ingin membantumu kok.”(Hana)

 

“Kau yakin?”(Sena)

 

“Ya...ayo cepat kita selesaikan lalu pulang.”(Hana)

 

    Hari yang berat itu pun akhirnya berlalu. Sena dan Hana terlihat pulang bersama setelah menyelesaikan hukuman Sena. Sepanjang perjalanan, Sena hanya bisa gugup tanpa melakukan apapun.

 

“Aku harus mulai dari mana, ya? Aduh! Kenapa jadi canggung begini?”(Sena:Dalam Hati)

 

“Mmmm...Miyazaki, soal yang tadi pagi, apa kau masih ingin mewujudkan mimpi itu?”(Hana)

 

“Eh? Oh, ya...tentu saja. Itu kan mimpiku sejak kecil, dan aku tak akan memaafkan orang seperti Ryuto itu!”(Sena)

 

“Begitu ya...”(Hana)

 

    Sena terlihat penasaran dengan pertanyaan yang baru saja dilontarkan Hana padanya.

 

“Tapi, kenapa kau bertanya seperti itu?”(Sena)

 

“Eh, i...itu, aku hanya ingin tau saja. Tapi, apa itu tidak menjadi beban buatmu?”(Hana)

 

“Maksudnya?”(Sena)

 

“Sampai sekarang, kau bahkan tidak tau siapa orang itu. Dan lagi, bagaimana kau akan menjadi seorang Hyper ,jika kau sama sekali tidak tau soal itu?”(Hana)

 

“Ya, mungkin kau ada benarnya, tapi aku tidak akan menyerah! Karena aku sudah berjanji padanya dan diriku sendiri.”(Sena)

 

“Begitu ya...”(Hana)

 

    Sejenak Hana teringat kembali dengan masa kecilnya saat sedang bermain dengan Sena. Waktu senja itu pun ternyata cepat berlalu. Mereka berdua akhirnya sampai di depan kediaman Hana. Sena yang tampak memperhatikan Hana yang terus merenung sejak tadi langsung menyadarkannya.

 

“Hei Kawaima, kau kenapa? Dari tadi terlihat melamun.”(Sena)

 

“Ah...ti...tidak ada apa-apa kok, Miyazaki. Kalau begitu sampai bertemu besok.”(Hana)

 

“I...iya...sampai jumpa besok.”(Sena)

 

    Hana pun melangkah masuk ke dalam rumahnya, sementara Sena kembali melanjutkan perjalanan ke apertementnya.

 

“Hhhaahhh...benar-benar hari yang melelahkan. Aku harap Hana baik-baik saja.”(Sena:Dalam Hati)

 

    Hari yang baru pun telah bergulir. Sena seperti biasa kembali berangkat ke sekolah bersama sahabat jahilnya, namun kali ini dengan raut wajah yang tampak lesu dan tak bertenaga.

 

“Hehehe...awal yang bagus untuk semangat pagi, bukankah begitu, Sena?”(Tora)

 

“Hwaamm...gara-gara kau, aku semalaman jadi susah tidur, tau...”(Sena)

 

“Maaf...maaf, aku semalam memang kedatangan saudaraku yang tiba-tiba saja ingin menginap. Yah, memang dia itu tipe orang yang hiperaktif, tapi dia orangnya baik kok.”(Tora)

 

“Bukannya kau juga sama saja...”(Sena:Dalam Hati)

 

    Mereka beruda pun akhirnya melintas tepat di depan rumah Hana. Dan kebetulan Hana juga tampak baru saja keluar dari dalam rumahnya.

 

“Aku berangkat...”(Hana)

 

“Hehehe...kelihatannya akan ada jackpot, Sena.”(Tora)

 

“Hust! Kau ini...”(Sena)

 

    Hana dengan wajah yang merona langsung menyapa kedua pemuda itu.

 

“Oh, pagi...Miyazaki, Seichiro.”(Hana)

 

“Pagi...Hana!/Pa...pagi...juga Kawaima...”(Tora & Sena)

 

“Kalau begitu aku duluan ya, Sena, dah...”(Tora)

 

    Tora pun langsung meluncur pergi sembari mengacungkan ibu jarinya ke arah Sena. Sena yang mengetaui maksud sahabatnya itu langsung terlihat kesal.

 

“Dia melakukannya dengan sengaja!!”(Sena:Dalam Hati)

 

“Ada apa, Miyazaki?”(Hana)

 

“Ah...tidak ada apa-apa kok, hehehe...”(Sena)

 

“Ka...kalau begitu kenapa kita tidak berangkat bersama saja?”(Hana)

 

“Boleh juga...”(Sena)

 

    Sena dan Hana pun berjalan ke sekolah sembari berbincang-bincang layaknya sepasang kekasih. Hana untuk sejenak kembali teringat dengan memori saat mereka masih kecil dulu.

 

“Sudah lama sekali, ya? Sejak terakhir kali kita berangkat sekolah bersama seperti ini...”(Hana)

 

“Benar juga, ya...kita memang sudah jarang seperti ini, sejak saat itu...”(Sena)

 

    Hana terlihat memikirkan kejadian sewaktu pulang sekolah tempo hari.

 

“Soal yang kemarin itu...maaf ya, aku jadi membuatmu khawatir.”(Hana)

 

“Ah, tidak apa-apa kok. Melihatmu yang sudah ceria seperti sekarang saja sudah membuatku lega.”(Sena)

 

“Syukurlah...dan semalam sudah kuputuskan...”(Hana)

 

“Kenapa?”(Sena)

 

    Hana pun berdiri tepat di hadapan Sena dengan sebuah senyum manis terpancar di raut wajah.

 

“Aku akan tetap mendukungmu seperti dulu, Sena...”(Hana)

 

    Sena yang mendengar panggilan itu sontak tercengang seakan tidak percaya.

 

“Eh, itu kan...”(Sena)

 

“Ada apa? Ada yang salah dari ucapanku, ya?”(Hana)

 

“Bukan itu, aku tadi cuma kaget saat kau memanggil dengan nama depanku.”(Sena)

 

“Tapi bagus, kan? Lagipula sudah cukup lama juga aku tidak memanggilmu dengan panggilan itu.”(Hana)

 

“Mmmm...ya baiklah. Aku juga tidak keberatan kok, Hana.”(Sena)

 

“Hehehe...kau juga memanggilku dengan nama depanku.”(Hana)

 

“Tidak apa-apa, kan?”(Sena)

 

“Ya...aku senang kok.”(Hana)

 

“Syukurlah kalau memang begitu...hehehe.”(Sena)

 

    Awal dari sebuah perjalanan yang panjang. Lembaran demi lembaran ceria ini akhirnya telah dibuka.

                       

 

To Be Continue...